Rabu, 26 Agustus 2020

Kenormalan Baru, Literasi Baru

 Dengan adanya pandemi yang belum usai seperti ini menciptakan kebiasaan baru bagi kita semua. Bagaimana tidak hampir semua pola dan gaya hidup itu berubah. Dari penggunaan masker di manapun berada, kalau ketahuan tidak menggunakan masker kita akan mendapat tatapan dari banyak orang, kita tak lagi bersalaman meskipun muhrim -hal tersebut tidak akan mengurangi kesopanan untuk masa seperti ini-, jangan berani-berani batuk dan bersin di tempat umum niscaya akan jadi pesakitan saat itu. Begitu sebagian keadaan normal baru ini. Pun terjadi di dunia pendidikan, sebelumnya homeschooling dilakukan oleh sebagian anak-anak tapi sekarang semuanya merasakannya. Dan perangkat (handphone) dan jaringan internet adalah senjatanya. Otomatis semua membuat gaya belajar berubah. Mayantara adalah dunia kita saat ini. Hampir semua kegiatan literasi beralih menggunakan perangkat. Jika ketrampilan berbahasa itu dari menyimak, berbicara, membaca dan terakhir menulis maka hampir semua aktivitas ketrampilan tersebut melalui perangkat. Sebenarnya perpustakaan digital sudah lama hadir sebelum pandemi melanda, namun pemanfaatannya meningkat di saat pandemi ini. Bagaimana tidak ketika kita diminta tinggal di rumah saja, namun hasrat ingin berkunjung ke perpustakaan belum diperbolehkan maka perpustakaan digital adalah tujperangkat dengan material buku elektronik yang tersedia dengan bermodal perangkat kita masih bisa membaca buku yang kita inginkan. Mau mengikuti seminar melalui webinar, di sini aktivitas menyimak dan berbicara pun melalui perangkat. Apalagi kegiatan menulis dan membaca yang keduanya tidak lepas dari citra sebuah kegiatan literasi? Masih tetap menggunakan perangkat. Perkembangan internet saat ini pula menuntut kita lebih melek digital. Semua serba menggunakan jaringan. Apalagi media sosial memberi banyak peluang untuk belajar, apapun itu. Khusus menulis kita bisa bebas berekspresi (menulis caption/status) tetap pada koridor tentunya. Dari sosial media pula kita bisa gabung grup-grup yang bermanfaat, misal grup nulis, komunitas menulis. Kita juga bisa mengijuti akun-akun bermanfaat untuk menambah pengetahuan. Adaptasi literasi seperti itu yang saya lakukan saat ini.

Sabtu, 10 September 2016

Matrik dan 3 halaman pertama



JUDUL : PROMOSI PERPUSTAKAAN SEKOLAH : MASIHKAH DIPERLUKAN?
Judul
Sub Judul
Deskripsi
Bab I
Pendahuluan
a.    Minat Baca
b.   Perpustakaan salah satu fasilitas pendukung
c.    Jenis-Jenis Perpustakaan
d.   Organisasi Perpustakaan sekolah
Prolog untuk menjelaskan bahwa perpustakaan sekolah merupakan satu lembaga untuk yang mendukung minat baca dari usia dini di sekolah
Bab II
Perpustakaan Sekolah
a.       Unsur-unsur Perpustakaan Sekolah
b.      Fungsi Perpustakaan Sekolah
c.        Layanan Perpustakaan Sekolah
d.      Koleksi Perpustakaan
e.       Kegiatan Perpustakaan Sekolah

Memaparkan tentang berbagai hal dasar mengenai perpustakaan sekolah
BAB III         
Promosi
a.      




a.       Pengertian
b.      Tujuan dan Manfaat
c.       Sasaran
d.      Produk
e.       Strategi
f.       Kegiatan Promosi

Menerangkan beberapa cara bagaimana mempromosikan perpustakaan sekolah agar lebih dikunjungi dan diminati
BAB IV         
Pengembangan Perpustakaan
a.      
a.       Otomasi perpustakaan
b.      Perpustakaan Digital
c.       Pengembangan Minat Baca

Setelah upaya promosi sudah dilaksanakan secara maksimal, perpustakaan sekolah harus berupaya diri untuk meningkatkan kualitasnya dengan menambah beberapa sarana yang mendukung

Spesifikasi
Judul Buku
PROMOSI PERPUSTAKAAN SEKOLAH : MASIHKAH DIPERLUKAN?
Penulis
Yusti Hudadiana
Jenis Buku
Buku Bacaan Praktisi
Target Pembaca
Kepala sekolah, tenaga pendidik pengelola perpustakaan atau pustakawan

Wilayah : Semua wilayah
Fisik Buku
Halaman Naskah   : 120 Halaman
Ukuran Buku         : 15 x 21
Cover                     : Soft Cover
Perkiraan Halaman : 175 halaman
Perkiraan harga jual : Rp 30.000 – Rp 40.000
Latar Belakang

Konsep
Mengajak pembaca untuk menggairahkan minat baca bagi warga sekolah dengan memakmurkan perpustakaan sekolah
Desain
Disertai ilustrasi yang mendukung
Tema
Mengenalkan dan mempopulerkan perpustakaan sekolah
Manfaat Bagi Pembaca
  • Membuka mata bagi pembaca tentang eksistensi perpustakaan sekolah
  • Memberi pengetahuan kepada pembaca (target sasaran) bagaimana mempromosikan perpustakaan sekolahnya
  • Menjelaskan strategi,media dan kegiatan promosi yang bias dilaksanakan di sekolah
Faktor Lain
Hal yang dapat membatalkan keputusan membeli buku ini :
  • Telah memiliki buki ini
  • Kemasan yang kurang menarik
  • Isi tidak menarik
  • Pembaca tidak menemukan manfaat apa-apa
  • Harga tidak realistus
  • Belum tahu isinya



PROMOSI PERPUSTAKAAN SEKOLAH : MASIHKAH DIPERLUKAN?
BAB I
  1. Minat Baca
Buku  identik dengan membaca, buku identik dengan deret buku yang berbaris rapi di rak-rak perpustakaan, buku identik ilmu pengetahuan, buku identik dengan kutu buku, dan yang jelas buku identik dengan mahasiswa pelajar serta tenaga pendidik. Namun apakah subyek terakhir ini mereka dekat buku itu sendiri?
Coba kita tengok di internet dan carilah semua artikel yang membahas minat baca masyarakat atau pelajar di Indonesia pasti disuguhi berbagai data angka  baik prosentase atau peringkat prestasi kita dalam hal membaca? Separah itukah? Hingga mengakibatkan banyaknya gerakan dan komunitas yang bermunculan atas keprihatinan dalam hal ini untuk menggalakkan minat baca ini agar bisa menjadi sebuah budaya atau paling tidak sebuah kebiasaan yang menjelma menjadi kebutuhan.
Mari kita lihat hasil selancar di internet mengenai minat baca :
1.      Berdasarkan studi "Most Littered Nation In the World" yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, bahwa minat baca masyarakat Indonesia berada di peringkat 60 dari 61 negara, berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61) (http://edukasi.kompas.com/read/2016/08/29/07175131/minat.baca.indonesia.ada.di.urutan.ke-60.dunia).
  1. Berdasar data Bank Dunia Nomor 16369-IND dan studi IEA (International Association for the Evaluation of Education Achicievement) adalah untuk kawasan Asia Timur, Indonesia memegang posisi terendah dengan skor 51,7, dibawah Filipina dengan skor 52,6. Data lainnya dari UNDP, angka melek huruf orang dewasa Indonesia hanya 65,5 persen (lihat kompasianan.com, 5/04/13).
3.      Penelitian Human Development Index (HDI) yang dirilis UNDP menyebutkan, melek huruf Indonesia berada di posisi 110 dari 173 negara,Posisi tersebut turun satu tingkat menjadi 111 di tahun 2009. Pada tahun 2006 berdasarkan studi lima tahunan bertajuk Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS) yang melibatkan siswa sekolah dasar (SD), Indonesia  menempati posisi 36 dari 40 negara (lihat kompasianan.com, 5/04/13).
4.      Menurut catatan BPS tahun 2006, Masyarakat Indonesia adalah Membaca untuk mendapatkan informasi sebanyak 23.5 %, menonton TV sebanyak                                                    85.9 %, dan mendengarkan radio sebanyak 40.3 %.
5.      Menurut Kepala Pusat Jasa Perpustakaan dan Informasi Perpustakaan Nasional RI, Titik Kismiati mengungkapkan, minat baca penduduk Indonesia sangat rendah. Merujuk data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik tahun 2012, sebanyak 91,58 persen penduduk Indonesia yang berusia 10 tahun ke atas lebih suka menonton televisi. Hanya sekitar 17,58 persen saja penduduk yang gemar membaca buku, surat kabar, atau majalah. (http://regional.kompas.com/read/2016/04/28/21020061/Minat.Baca.Rendah.Mayoritas.Warga.Indonesia.Hobi.Nonton.Televisi),
6.      Selain itu, pada tahun 2012 Unesco melansir index tingkat membaca orang Indonesia yang hanya 0,001. Itu artinya, dari 1.000 penduduk, hanya ada 1 orang yang mau membaca buku dengan serius. (http://www.jpnn.com/read/2016/06/08/430669/Parah!-Minat-Baca-Indonesia-Rendah-Banget).

Beragam upaya sudah dikerahkan untuk memperbaiki kondisi tersebut, baik dari pemerintah atau komunitas independen yang fokus pada salah satu gerakan ini. Hal ini bukan saja soal pemenuhan fasilitas yang mendukung pergerakan literasi ini, kita sudah mengetahui berbagai fasilitas sudah disediakan oleh pihak-pihak yang menaruh perhatian soal membaca antara lain perpustakaan yang merupakan salah satu lembaga yang paling mendukung kegiatan ini. Dari perpustakaan nasional sampai ke tingkat perpustakaan sekolah, taman baca masyarakat,perpustakaan masyarakat, pojok baca yang berada di lokasi umum dan masih banyak lagi fasilitas yang sengaja dibuat untuk mendukung gerakan ini. Menurut Anies Baswedan (pada saat menjabat Menteri Pendidikan) pernah mengatakan di acara final Gramedia Reading Community Competition 2016 di Perpustakaan Nasional, Salemba, Jakarta bahwa masyarakat Indonesia masih kurang memanfaatkan infrastruktur yang telah disediakan. (http://edukasi.kompas.com/read/2016/08/29/07175131/minat.baca.indonesia.ada.di.urutan.ke-60.dunia).
Kita sudah mengenal beberapa aspek keterampilan berbahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Menyimak atau mendengar kita sudah lakukan tiap waktu tak perlu lagi pembiasaan yang membutuhkan bermacam motivasi walaupun sebenarnya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam keduanya aspek tersebut untuk mempertajam keterampilan menyimak dan mendengar. Bagaimana dengan membaca dan menulis? Keduannya butuh motivasi dan pembiasaan agar menjadi kebiasaan.
Sebenarnya apa sih minat baca itu? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian minat adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu, gairah, atau keinginan. Dan minat baca pengerian bebasnya adalah kencenderungan hati atau keinginan untuk melakukan kegiatan membaca. Bisa dimaknai bahwa keinginan tersebut harus diupayakan untuk dimunculkan agar tumbuh gairah untuk membaca dan nantinya akan menjadi sebuah kebiasaan bahkan kebutuhan.
Ada beberapa hal yang menghambat minat baca masyarakat Indonesia yaitu sebagai berikut :
1.      Sistem pembelajaran di Indonesia belum membuat siswa/mahasiswa harus membaca buku lebih banyak dari apa yang diajarkan dan mencari informasi atau pengetahuan lebih dari apa yang diajarkan di kelas. Untuk hal ini Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan sudah mencanangkan membaca 15 menit sebelum pembelajaran dimulai.
2.      Banyaknya hiburan TV dan permainan di rumah atau di luar rumah yang membuat  perhatian anak atau orang dewasa untuk menjauhi buku.
3.      Banyaknya tempat-tempat hiburan seperti taman rekreasi, karaoke, mall, supermarket dan lain-lain.
4.      Lekatnya budaya lisan yang diwariskan oleh orang tua kita dulu dengan mendongeng. Bukan berarti mendongeng itu tidak baik namun lebih beik jika mendongeng disertai buku yang mendukung setelah kegiatan verbal tersebut selesai dilaksanakan.
5.      Harga buku dirasakan oleh masyarakat umum masih sangat mahal. Masyarakat kita masih konsentrasi memenuhi nutrisi dari urusan leher ke bawah namun seringkali menunda untuk nutrisi dari leher ke atas.
Untuk menciptakan dan mengembangkan minat baca masyarakat bisa terwujud kalau semua pihak dari mulai pemerintah, kalangan swasta, pustakawan, dunia pendidikan, Orang tua, pecinta buku maupun elemen masyarakat bekerja sama melengkapi apa yang kurang dan berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan bersama yaitu mencerdaskan masyarakat melalui membaca.