Dengan adanya pandemi yang belum usai seperti ini menciptakan kebiasaan baru bagi kita semua. Bagaimana tidak hampir semua pola dan gaya hidup itu berubah. Dari penggunaan masker di manapun berada, kalau ketahuan tidak menggunakan masker kita akan mendapat tatapan dari banyak orang, kita tak lagi bersalaman meskipun muhrim -hal tersebut tidak akan mengurangi kesopanan untuk masa seperti ini-, jangan berani-berani batuk dan bersin di tempat umum niscaya akan jadi pesakitan saat itu. Begitu sebagian keadaan normal baru ini. Pun terjadi di dunia pendidikan, sebelumnya homeschooling dilakukan oleh sebagian anak-anak tapi sekarang semuanya merasakannya. Dan perangkat (handphone) dan jaringan internet adalah senjatanya. Otomatis semua membuat gaya belajar berubah. Mayantara adalah dunia kita saat ini. Hampir semua kegiatan literasi beralih menggunakan perangkat. Jika ketrampilan berbahasa itu dari menyimak, berbicara, membaca dan terakhir menulis maka hampir semua aktivitas ketrampilan tersebut melalui perangkat. Sebenarnya perpustakaan digital sudah lama hadir sebelum pandemi melanda, namun pemanfaatannya meningkat di saat pandemi ini. Bagaimana tidak ketika kita diminta tinggal di rumah saja, namun hasrat ingin berkunjung ke perpustakaan belum diperbolehkan maka perpustakaan digital adalah tujperangkat dengan material buku elektronik yang tersedia dengan bermodal perangkat kita masih bisa membaca buku yang kita inginkan. Mau mengikuti seminar melalui webinar, di sini aktivitas menyimak dan berbicara pun melalui perangkat. Apalagi kegiatan menulis dan membaca yang keduanya tidak lepas dari citra sebuah kegiatan literasi? Masih tetap menggunakan perangkat. Perkembangan internet saat ini pula menuntut kita lebih melek digital. Semua serba menggunakan jaringan. Apalagi media sosial memberi banyak peluang untuk belajar, apapun itu. Khusus menulis kita bisa bebas berekspresi (menulis caption/status) tetap pada koridor tentunya. Dari sosial media pula kita bisa gabung grup-grup yang bermanfaat, misal grup nulis, komunitas menulis. Kita juga bisa mengijuti akun-akun bermanfaat untuk menambah pengetahuan. Adaptasi literasi seperti itu yang saya lakukan saat ini.
just-use
hanya ingin menulis
Rabu, 26 Agustus 2020
Sabtu, 10 September 2016
Matrik dan 3 halaman pertama
JUDUL : PROMOSI PERPUSTAKAAN SEKOLAH :
MASIHKAH DIPERLUKAN?
Judul
|
Sub Judul
|
Deskripsi
|
Bab I
Pendahuluan
|
a.
Minat Baca
b.
Perpustakaan
salah satu fasilitas pendukung
c.
Jenis-Jenis
Perpustakaan
d.
Organisasi
Perpustakaan sekolah
|
Prolog untuk menjelaskan bahwa
perpustakaan sekolah merupakan satu lembaga untuk yang mendukung minat baca
dari usia dini di sekolah
|
Bab II
Perpustakaan Sekolah
|
a.
Unsur-unsur
Perpustakaan Sekolah
b.
Fungsi
Perpustakaan Sekolah
c.
Layanan
Perpustakaan Sekolah
d.
Koleksi
Perpustakaan
e.
Kegiatan
Perpustakaan Sekolah
|
Memaparkan tentang berbagai hal dasar
mengenai perpustakaan sekolah
|
BAB III
Promosi
a.
|
a.
Pengertian
b.
Tujuan
dan Manfaat
c.
Sasaran
d.
Produk
e.
Strategi
f.
Kegiatan
Promosi
|
Menerangkan beberapa cara bagaimana
mempromosikan perpustakaan sekolah agar lebih dikunjungi dan diminati
|
BAB IV
Pengembangan Perpustakaan
a.
|
a.
Otomasi
perpustakaan
b.
Perpustakaan
Digital
c.
Pengembangan
Minat Baca
|
Setelah upaya promosi sudah
dilaksanakan secara maksimal, perpustakaan sekolah harus berupaya diri untuk
meningkatkan kualitasnya dengan menambah beberapa sarana yang mendukung
|
Spesifikasi
Judul Buku
|
PROMOSI
PERPUSTAKAAN SEKOLAH : MASIHKAH DIPERLUKAN?
|
Penulis
|
Yusti Hudadiana
|
Jenis Buku
|
Buku Bacaan Praktisi
|
Target Pembaca
|
Kepala sekolah, tenaga pendidik
pengelola perpustakaan atau pustakawan
|
|
Wilayah : Semua wilayah
|
Fisik Buku
|
Halaman Naskah : 120 Halaman
|
Ukuran Buku : 15 x 21
|
|
Cover : Soft Cover
|
|
Perkiraan Halaman : 175 halaman
|
|
Perkiraan harga jual : Rp 30.000 – Rp
40.000
|
|
Latar Belakang
|
|
Konsep
|
Mengajak pembaca untuk menggairahkan
minat baca bagi warga sekolah dengan memakmurkan perpustakaan sekolah
|
Desain
|
Disertai ilustrasi yang mendukung
|
Tema
|
Mengenalkan dan mempopulerkan
perpustakaan sekolah
|
Manfaat Bagi Pembaca
|
|
Faktor Lain
|
Hal yang dapat membatalkan keputusan
membeli buku ini :
|
PROMOSI PERPUSTAKAAN SEKOLAH :
MASIHKAH DIPERLUKAN?
BAB I
- Minat Baca
Buku identik dengan membaca, buku identik dengan
deret buku yang berbaris rapi di rak-rak perpustakaan, buku identik ilmu
pengetahuan, buku identik dengan kutu buku, dan yang jelas buku identik dengan
mahasiswa pelajar serta tenaga pendidik. Namun apakah subyek terakhir ini
mereka dekat buku itu sendiri?
Coba kita tengok di
internet dan carilah semua artikel yang membahas minat baca masyarakat atau
pelajar di Indonesia pasti disuguhi berbagai data angka baik prosentase atau peringkat prestasi kita
dalam hal membaca? Separah itukah? Hingga mengakibatkan banyaknya gerakan dan
komunitas yang bermunculan atas keprihatinan dalam hal ini untuk menggalakkan
minat baca ini agar bisa menjadi sebuah budaya atau paling tidak sebuah
kebiasaan yang menjelma menjadi kebutuhan.
Mari kita lihat hasil
selancar di internet mengenai minat baca :
1. Berdasarkan
studi "Most Littered Nation In the World" yang dilakukan oleh Central
Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, bahwa minat baca masyarakat
Indonesia berada di peringkat 60 dari 61 negara, berada di bawah Thailand (59)
dan di atas Bostwana (61) (http://edukasi.kompas.com/read/2016/08/29/07175131/minat.baca.indonesia.ada.di.urutan.ke-60.dunia).
- Berdasar data Bank Dunia Nomor 16369-IND dan studi IEA (International Association for the Evaluation of Education Achicievement) adalah untuk kawasan Asia Timur, Indonesia memegang posisi terendah dengan skor 51,7, dibawah Filipina dengan skor 52,6. Data lainnya dari UNDP, angka melek huruf orang dewasa Indonesia hanya 65,5 persen (lihat kompasianan.com, 5/04/13).
3. Penelitian Human
Development Index (HDI) yang dirilis UNDP menyebutkan, melek huruf Indonesia
berada di posisi 110 dari 173 negara,Posisi tersebut turun satu tingkat menjadi
111 di tahun 2009. Pada tahun 2006 berdasarkan studi lima tahunan bertajuk
Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS) yang melibatkan siswa
sekolah dasar (SD), Indonesia menempati
posisi 36 dari 40 negara (lihat kompasianan.com, 5/04/13).
4. Menurut
catatan BPS tahun 2006, Masyarakat Indonesia adalah Membaca untuk mendapatkan
informasi sebanyak 23.5 %, menonton TV sebanyak 85.9
%, dan mendengarkan radio sebanyak 40.3 %.
5.
Menurut Kepala Pusat Jasa
Perpustakaan dan Informasi Perpustakaan Nasional RI, Titik Kismiati
mengungkapkan, minat baca penduduk Indonesia sangat rendah. Merujuk data yang
dikeluarkan Badan Pusat Statistik tahun 2012, sebanyak 91,58 persen penduduk
Indonesia yang berusia 10 tahun ke atas lebih suka menonton televisi. Hanya
sekitar 17,58 persen saja penduduk yang gemar membaca buku, surat kabar, atau
majalah. (http://regional.kompas.com/read/2016/04/28/21020061/Minat.Baca.Rendah.Mayoritas.Warga.Indonesia.Hobi.Nonton.Televisi),
6. Selain
itu, pada tahun 2012 Unesco melansir index tingkat membaca orang Indonesia yang
hanya 0,001. Itu artinya, dari 1.000 penduduk, hanya ada 1 orang yang mau
membaca buku dengan serius. (http://www.jpnn.com/read/2016/06/08/430669/Parah!-Minat-Baca-Indonesia-Rendah-Banget).
Beragam
upaya sudah dikerahkan untuk memperbaiki kondisi tersebut, baik dari pemerintah
atau komunitas independen yang fokus pada salah satu gerakan ini. Hal ini bukan
saja soal pemenuhan fasilitas yang mendukung pergerakan literasi ini, kita
sudah mengetahui berbagai fasilitas sudah disediakan oleh pihak-pihak yang
menaruh perhatian soal membaca antara lain perpustakaan yang merupakan salah
satu lembaga yang paling mendukung kegiatan ini. Dari perpustakaan nasional
sampai ke tingkat perpustakaan sekolah, taman baca masyarakat,perpustakaan
masyarakat, pojok baca yang berada di lokasi umum dan masih banyak lagi
fasilitas yang sengaja dibuat untuk mendukung gerakan ini. Menurut Anies
Baswedan (pada saat menjabat Menteri Pendidikan) pernah mengatakan di acara
final Gramedia Reading Community Competition 2016 di Perpustakaan Nasional,
Salemba, Jakarta bahwa masyarakat Indonesia masih kurang memanfaatkan
infrastruktur yang telah disediakan. (http://edukasi.kompas.com/read/2016/08/29/07175131/minat.baca.indonesia.ada.di.urutan.ke-60.dunia).
Kita
sudah mengenal beberapa aspek keterampilan berbahasa yaitu menyimak, berbicara,
membaca dan menulis. Menyimak atau mendengar kita sudah lakukan tiap waktu tak
perlu lagi pembiasaan yang membutuhkan bermacam motivasi walaupun sebenarnya
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam keduanya aspek tersebut untuk
mempertajam keterampilan menyimak dan mendengar. Bagaimana dengan membaca dan
menulis? Keduannya butuh motivasi dan pembiasaan agar menjadi kebiasaan.
Sebenarnya
apa sih minat baca itu? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian minat
adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu, gairah, atau keinginan.
Dan minat baca pengerian bebasnya adalah kencenderungan hati atau keinginan
untuk melakukan kegiatan membaca. Bisa dimaknai bahwa keinginan tersebut harus
diupayakan untuk dimunculkan agar tumbuh gairah untuk membaca dan nantinya akan
menjadi sebuah kebiasaan bahkan kebutuhan.
Ada
beberapa hal yang menghambat minat baca masyarakat Indonesia yaitu sebagai
berikut :
1.
Sistem pembelajaran di Indonesia belum membuat
siswa/mahasiswa harus membaca buku lebih banyak dari apa yang diajarkan dan
mencari informasi atau pengetahuan lebih dari apa yang diajarkan di kelas.
Untuk hal ini Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan sudah
mencanangkan membaca 15 menit sebelum pembelajaran dimulai.
2.
Banyaknya hiburan TV dan permainan di rumah atau di luar
rumah yang membuat perhatian anak atau orang dewasa untuk menjauhi buku.
3.
Banyaknya tempat-tempat hiburan seperti taman rekreasi, karaoke,
mall, supermarket dan lain-lain.
4.
Lekatnya budaya lisan yang diwariskan oleh orang tua kita
dulu dengan mendongeng. Bukan berarti mendongeng itu tidak baik namun lebih
beik jika mendongeng disertai buku yang mendukung setelah kegiatan verbal tersebut
selesai dilaksanakan.
5.
Harga buku dirasakan oleh masyarakat umum masih sangat mahal.
Masyarakat kita masih konsentrasi memenuhi nutrisi dari urusan leher ke bawah
namun seringkali menunda untuk nutrisi dari leher ke atas.
Untuk
menciptakan dan mengembangkan minat baca masyarakat bisa terwujud kalau semua
pihak dari mulai pemerintah, kalangan swasta, pustakawan, dunia pendidikan,
Orang tua, pecinta buku maupun elemen masyarakat bekerja sama melengkapi apa
yang kurang dan berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan bersama yaitu
mencerdaskan masyarakat melalui membaca.
Langganan:
Komentar (Atom)