Kamis, 30 April 2015

...dan Diam Masih Saja Emas

Banyak hal yang terjadi di sekitar kita yang memantik kita gatal untuk berkomentar.
Apalagi bila lagi bergosip ria....whooooaaa bikin tambah gatal berkomen walau bekal informasi yang kita miliki sangat minim, kita ikut berbusa-busa dalam bergosip terlibat semakin dalam biar seolah-olah selalu up date apa yang terjadi. Hasilnya?kadang malah melenceng jauh dan sikap yang terbaik DIAM.
Lain lagi bila kita terlibat perdebatan (pertikaian) suatu masalah, di sini yang saya maksud bukan forum diskusi ya:-), kedua belah pihak baik kita dan lawan kita sama-sama lagi panas, ngotot, debat kusir. Yang terjadi adalah apa pendapat kita gak bakal bisa diterima secara sehat oleh pihak lain begitu sebaliknya. Solusi? Jangan harap akan diperoleh. Hasilnya??? Kedua belah pihak tambah emosi, permasalahan tambah rumit, hubungan jadi gak karuan dan bakal jadi api dalam sekam. Sikap yang terbaik..DIAM sementara sambil menarik napas untuk menenangkan diri agar berpikir jernih sebelum mengemukakan argumen. Pasang telinga dulu andai lawan bicara lagi meledak-ledak, sambil istighfar, biarkan amunisinya mulai menipis baru kita bicara dengan pikiran jernih dan hati yang adem. InsAllah hasilnya lebih baik.

Terima Kasih

terima kasih kau telah mnyediakan telinga utk mndgarku
...tangan utk mmelukku
...bahu utk brsandar
...hati utk memahamiku
dan yg trpenting cintamu untukNYA utk mncintaku

RINDU

Jauh
Jauh ingatanku mundur
Terlihat kembali tingkah lucumu
Langkah mungilmu patah patah
Ucapmu terbata-bata
Jauh
Seketika ruanganku menjelma kenangan
Ku ayun
Ku dekap
Ku susui
Ku....
Ku...
Ku...
Ternyata waktu sangat super menggilas usia kita
Namun kenangan masih saja kokoh
Kini..
Kita tak mampu menyatukan ruang masing-masing
Hanya rinduku berharap terbang menyentuhmu

Minggu, 26 April 2015

Dhuha

Shubuh merambat seperti biasa
Mengganti sepertiga malam syahdu
Masih seperti biasa
Terlihat raganya tersengal perlahan, berat
Matanya terpejam menanti kedamaian
Sepertinya menunggu....
Takbir meluncur fasih dari sang Ayah tercinta
Demi dhuha rutinnya
Dua rakaat terlewati
Empat rakaat manis
Enam rakaat khusuk
Delapan rakaat sempurna
Munajat terangkai melilit naik ke arsyNYA
Kulihat tubuhnya semakin tersendat2
Kugendong sebentar napasnya luar biasa berat
Kulihat beberapa tangan berebut menangguhkan waktu
Tangan-tangan mencoba menghentikan takdir
Aku beku.....
Sejenak nafasku terhenti dan masih penuh asa
Kudengar erangan...rintihan mungilnya
Kubisikkan salam perpisahan
"ibu ikhlas nak...andai kau sudah tak kuat lagi silahkan peluk Allah tercinta..."
Pipiku basah kuyup
Aku tak mampu menghapus lauh mahfudzNYA
Demi menangguhkan ajal putriku
Subhanallah dia tahu kapan perginya
Dia menunggu dhuha ayahnya sempurna
Allahuakbar....
Alhamdulillah KAU jemput putriku di hari mulia bada dhuha ayahnya

Rindu yg tak pernah menipis

Rindu yg tak pernah menipis
Bergeming
Diam
Rindu yang tak berujung
Menanti
Kosong

Jumat, 24 April 2015

LUKA

Mengoyak tanpa babibu
Tanpa pandang
Mengiris tipis dengan rangkaian serapah
Tanpa menyebut yang dimaksud
Pedang tak lagi setajam lisannya
Luar biasa tatkala rentetan kata menghujam sebuah hati
Mata memerah tanda amarah klimaks
Muntahan kata-kata semakin menjadi
Tanpa ada yang berusaha menghentikannya
Tak ada yang peduli ada hati yang terkoyak
Teriris tipis habis
Tak ada yang berusaha mengusap air matanya
Tak ada.....
Yang didengar dan terdengar hanyalah serapahnya
Oh....Ada tangis yang semakin mengisak
Luka...sakit...perih
Ada hati terkoyak moyak
Luka menganga
Sampai kini.....